Dunia internasional kembali dibuat geram dengan tindakan junta militer Myanmar yang lagi-lagi mengingkari janji. Alih-alih mewujudkan perdamaian dan transisi demokrasi seperti yang dijanjikan pasca kudeta, junta justru semakin brutal dalam menindas oposisi dan masyarakat sipil. Tindakan represif ini jelas melanggar berbagai kesepakatan internasional dan semakin memperburuk krisis kemanusiaan di negara tersebut.
Sejak menggulingkan pemerintahan sipil yang terpilih secara demokratis pada Februari 2021, junta militer yang dipimpin oleh Jenderal Min Aung Hlaing terus menunjukkan watak otoriternya. Janji-janji untuk menggelar pemilu yang adil dan inklusif tak kunjung terealisasi. Sebaliknya, penangkapan, penyiksaan, dan pembunuhan terhadap para aktivis, jurnalis, dan warga sipil yang menentang kekuasaan mereka menjadi pemandangan sehari-hari.
Ketidakseriusan junta dalam mencari solusi damai semakin terlihat jelas dengan penolakan mereka terhadap berbagai upaya mediasi yang ditawarkan oleh ASEAN dan PBB. Bahkan, utusan khusus ASEAN dan PBB berulang kali dilarang bertemu dengan tokoh-tokoh oposisi dan tahanan politik, termasuk mantan pemimpin Aung San Suu Kyi. Sikap keras kepala ini menunjukkan bahwa junta tidak memiliki itikad baik untuk mengakhiri konflik dan membangun kembali kepercayaan internasional.
Reaksi keras dari berbagai negara dan organisasi internasional pun tak terhindarkan. Kecaman demi kecaman dilayangkan terhadap junta militer Myanmar. Sanksi ekonomi dan pembatasan perjalanan terhadap para pemimpin junta juga terus diperketat. Namun, langkah-langkah ini belum mampu memaksa junta untuk mengubah arah kebijakan mereka.
Kegeraman dunia semakin bertambah seiring dengan meningkatnya laporan mengenai pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh militer Myanmar. Pembakaran desa, serangan udara terhadap warga sipil, dan pemblokiran bantuan kemanusiaan menjadi bukti nyata kekejaman junta. Kondisi ini telah menyebabkan jutaan orang mengungsi dan membutuhkan bantuan mendesak.
Ingkar janji junta militer Myanmar bukan hanya mengkhianati rakyatnya sendiri, tetapi juga menantang tatanan internasional yang menjunjung tinggi demokrasi dan hak asasi manusia. Dunia tidak bisa lagi tinggal diam melihat penderitaan rakyat Myanmar. Tindakan nyata dan tekanan yang lebih kuat dari komunitas internasional sangat dibutuhkan untuk memaksa junta bertanggung jawab dan membuka jalan bagi perdamaian dan demokrasi yang sesungguhnya di Myanmar.