Ketegangan di Selat Taiwan kembali memuncak setelah 45 pesawat militer China melakukan manuver besar-besaran. Manuver ini merupakan bagian dari latihan militer komprehensif yang mengepung Taiwan, menampilkan kekuatan dan ambisi Beijing. Eskalasi ini menimbulkan kekhawatiran serius di tingkat regional maupun global.
Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat (PLA Air Force) mengirimkan jet tempur, pembom, dan Pesawat Militer China pengintai. Mereka melakukan penerbangan intensif di sekitar zona identifikasi pertahanan udara (ADIZ) Taiwan. Manuver ini jelas merupakan unjuk kekuatan militer yang ditujukan untuk menekan Taipei, sebagai respons atas aktivitas Taiwan.
Militer Taiwan segera merespons dengan mengerahkan pesawat tempur dan kapal perang. Mereka memantau ketat setiap pergerakan pesawat dan kapal China. Kesiapsiagaan tempur Taiwan ditingkatkan sebagai langkah antisipasi, menjaga kedaulatan wilayah udara dan lautnya.
Manuver ini bukan yang pertama kali terjadi. China seringkali melakukan latihan militer serupa sebagai peringatan. Namun, jumlah pesawat yang mencapai 45 unit dalam satu waktu menunjukkan skala eskalasi yang signifikan. Ini menjadi ancaman langsung bagi stabilitas di Selat Taiwan.
Pemerintah Taiwan mengecam keras tindakan provokatif China ini. Mereka menegaskan bahwa tindakan militer semacam itu merusak perdamaian dan stabilitas regional. Taipei menyerukan Beijing untuk menahan diri dan menyelesaikan perbedaan melalui dialog, bukan dengan unjuk kekuatan yang mengintimidasi.
Amerika Serikat dan sekutunya seperti Jepang dan Australia juga menyatakan keprihatinan mendalam. Mereka menyerukan semua pihak untuk menahan diri dan menghindari tindakan yang dapat meningkatkan ketegangan. Stabilitas di Selat Taiwan krusial bagi rantai pasok global dan ekonomi dunia.
Latihan militer ini juga mencakup simulasi blokade dan serangan terhadap target vital di Taiwan. Ini menunjukkan bahwa China terus melatih kemampuannya untuk mengambil alih pulau itu. Kesiapan tempur PLA semakin terasah melalui manuver-manuver agresif ini.
Masyarakat Taiwan merasakan langsung dampak dari ketegangan ini. Ancaman militer yang terus-menerus menciptakan suasana kecemasan. Namun, mereka juga menunjukkan ketahanan dan tekad untuk mempertahankan demokrasi dan gaya hidup mereka yang bebas.
Analisis keamanan regional menyebutkan bahwa manuver ini adalah bagian dari strategi “zona abu-abu” China. Tujuannya adalah mengikis garis merah dan menekan Taiwan secara bertahap. Ini merupakan taktik berisiko tinggi yang dapat memicu konflik tak terduga.