Pesawat angkut militer adalah tulang punggung logistik dan dukungan operasional bagi sebuah angkatan udara. Namun, perannya telah mengalami transformasi misi yang signifikan, melampaui sekadar mengangkut personel dan kargo. Kini, pesawat-pesawat ini menjadi aset multifungsi yang krusial dalam berbagai skenario, termasuk misi kemanusiaan, penanggulangan bencana, dan yang tak kalah penting, evakuasi medis udara.
Pada awalnya, fungsi utama pesawat angkut adalah memindahkan pasukan dan peralatan militer dengan cepat ke medan perang atau area operasional. Pesawat seperti C-130 Hercules, yang telah lama menjadi andalan berbagai angkatan udara di dunia termasuk TNI AU, dirancang untuk mengangkut beban berat dan mendarat di landasan yang tidak ideal. Kemampuan ini tetap vital dalam situasi konflik atau latihan militer. Misalnya, pada latihan gabungan antar matra yang diselenggarakan di Natuna pada 12 Mei 2025, satu unit C-130 Hercules berhasil mengangkut lebih dari 100 personel dan puluhan ton logistik dalam satu kali penerbangan, menunjukkan efisiensi dalam transformasi misi pengangkutan cepat.
Namun, transformasi misi pesawat angkut meluas seiring kebutuhan global. Dalam skenario bencana alam, pesawat angkut menjadi garda terdepan. Setelah gempa bumi atau banjir, mereka adalah yang pertama membawa bantuan kemanusiaan seperti makanan, obat-obatan, tenda, dan peralatan berat ke daerah terisolasi. Kemampuan lepas landas dan mendarat di landasan darurat (tanah, rumput, atau bahkan jalan raya yang dikosongkan) menjadi sangat berharga. Tim medis dan SAR juga sering diangkut menggunakan pesawat ini untuk mencapai lokasi bencana secepat mungkin.
Peran yang semakin menonjol adalah evakuasi medis udara (Medevac/Casevac). Pesawat angkut dapat dengan cepat diubah menjadi “rumah sakit terbang” dadakan yang dilengkapi dengan peralatan medis canggih untuk mengangkut pasien dari zona konflik, area bencana, atau daerah terpencil ke fasilitas medis yang lebih baik. Personel medis militer, seperti dokter dan perawat dari Satuan Kesehatan TNI AU, akan mendampingi pasien selama penerbangan. Pada 5 Januari 2025, sebuah pesawat angkut CN-235 milik TNI AU berhasil mengevakuasi 15 korban erupsi gunung berapi dari wilayah terpencil ke rumah sakit rujukan dalam waktu kurang dari dua jam, sebuah bukti nyata transformasi misi yang menyelamatkan nyawa.
Dengan demikian, pesawat angkut militer tidak lagi hanya dilihat sebagai “taksi udara” semata. Mereka adalah platform serbaguna yang mendukung berbagai transformasi misi, dari operasi militer hingga kemanusiaan, menunjukkan fleksibilitas dan pentingnya dalam menjaga keamanan dan kesejahteraan. Investasi dalam pesawat angkut yang modern dan adaptif adalah investasi dalam kapasitas respons sebuah negara terhadap berbagai tantangan.